Senin, 24 Juni 2013

SIKAP DAN PERILAKU YANG DILARANG DILAKUKAN OLEH SEORANG MUSLIM TERHADAP MUSLIM LAINNYA ( BAGIAN KELIMA )



 Dalam ulasan pada bagian kelima dari artikel bersambung tentang “Sikap dan Perilaku Yang Dilarang Dilakukan Oleh Seorang Muslim Terhadap Muslim Lainnya “, dikemukakan tentang larangan-larangan yang meliputi antara lain :

1.Larangan Mengambil/Merampas/Menguasai Sesuatu Atau Hak Milik Sesama Muslim.
2.Larangan Menghianati amanat dari sesama muslim.
3. Larangan menganiaya/menyakiti fisik sesama muslim.
4.Larangan mengajak untuk melakukan kemunkaran/kemaksiatan kepada sesama muslim.
Berikut ini diulas secara singkat larangan-larangan yang dimaksudkan diatas :

Larangan Mengambil/Merampas/ Menguasai Sesuatu atau Hak Milik Sesama Muslim
Islam itu adalah agama yang membawa rahmad dan kebaikan bagi seluruh umat manusia, islam memerintahkan kepada umatnya untuk melakukan segala hal yang berkaitan dengan kebaikan sebagai perwujudan dari akhlak yang baik dan sebaliknya Islam melarang umatnya untuk melakukan segala hal yang berkaitan dengan keburukan dan kemudharatan. Larangan yang diperintahkan untuk ditinggalkan tersebut salah satunya adalah mengambil/merampas/menguasi sesuatu yang bukan miliknya atau yang merupakan yang dikuasi/dimiliki oleh sesama muslim lainnya.
Larangan mengambil/menguasai/merampas sesuatu disini adalah meliputi segala macam yang dapat dikuasai atau dapat dimiliki oleh seseorang seperti  barang-barang atau benda-benda, tanah kebun, tanah pertanian , rumah dan lain-lain sebagainya baik barang-barang bersifat habis pakai atau barang-barang tidak habis pakai serta barang-barang yang bergerak atau tidak bergerak.
Larangan yang dimaksudkan diatas telah disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalm firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS.An Nisaa : 29 )

Dalam ayat lain disebutkan pula firman Allah ta’ala :

وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.(QS.Al Baqarah : 188

Mengambil/menguasai atau merampas barang milik orang lain apapun bentuknya dan  sekecil apapun nilainya merupakan pelanggaran terhadap larangan yang telah digariskan  oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam , sesuai dengan hadits yang diriwayatkan  oleh imam Abu Daud  dan imam at-Tirmidzi dari As Saa'ib bin Yazid meriwayatkan dari bapaknya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيهِ لَاعِبًا أَوْ جَادًّا، فَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا إِلَيْه
"Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya baik main-main maupun serius. Jika salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya, maka kembalikankah." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankannya. Hadits ini dihasankan pula oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih At Tirmidzi



Dalam hadits yang lain disebutkan pula larangan  mengambil sesuatu milik orang lain dengan bersumpah seperti mengambil kayu siwak maka  Allah subhanahu wa ta’ala akan menempatkannya kedalam neraka , sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullah dalam kitab shahihnya dari Abu Umamah radhyallahu’anhu :

صحيح مسلم ١٩٦: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ أَخْبَرَنَا الْعَلَاءُ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَوْلَى الْحُرَقَةِ عَنْ مَعْبَدِ بْنِ كَعْبٍ السَّلَمِيِّ عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ
و حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَهَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ جَمِيعًا عَنْ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ كَثِيرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَخَاهُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ كَعْبٍ يُحَدِّثُ أَنَّ أَبَا أُمَامَةَ الْحَارِثِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Shahih Muslim 196: dari Abu Umamah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan neraka untuknya, dan mengharamkan surga atasnya." Maka seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, meskipun itu sesuatu yang sepele?" Beliau menjawab: "Meskipun itu hanya kayu siwak."

Islam melarang seorang muslim untuk mengambil/menguasai harta milik sesama muslim lainnya kecuali atas persetujuan pemiliknya. Berkenaan dengan hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِن
Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya.”(HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7662)

Barang siapa yang pernah melakukan pelanggaran larangan dengan  berbuat aniaya berkenaan dengan masalah tanah walaupun hanya sejengkal saja maka kelak diakhirat dia akan dibebani dengan dikalungkan pada lehernya tanah , hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala  dari Abu Salamah radhyallahu’anhuma :
 صحيح البخاري ٢٢٧٣: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أُنَاسٍ خُصُومَةٌ فَذَكَرَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَتْ
يَا أَبَا سَلَمَةَ اجْتَنِبْ الْأَرْضَ فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنْ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
Shahih Bukhari 2273: Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar telah menceritakan kepada kami 'Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Husain dari Yahya bin Abi Katsir berkata, telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ibrahim bahwa Abu Salamah menceritakan kepadanya bahwa dia pernah bertengkar dengan seseorang lalu diceritakan hal ini kepada 'Aisyah radliallahu 'anha, maka 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Wahai Abu Salamah hindarkanlah bertengkar dalam urusan tanah karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Siapa yang pernah berbuat aniaya sejengkal saja (dalam perkara tanah) maka nanti dia akan dibebani (dikalungkan pada lehernya) tanah dari tujuh petala bumi".


Barang siapa yang bersumpah dengan sumpah dusta untuk menguasai harta seorang muslim atau harta saudaranya , Allah subhanahu wa ta’ala  murka kepadanya. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Abdullahradhyallahu’anhuma :

صحيح البخاري ٦١٦٧: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ وَمَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ كَاذِبَةٍ يَقْتَطِعَ بِهَا مَالَ رَجُلٍ مُسْلِمٍ أَوْ قَالَ أَخِيهِ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَصْدِيقَهُ
{ إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ }
قَالَ سُلَيْمَانُ فِي حَدِيثِهِ فَمَرَّ الْأَشْعَثُ بْنُ قَيْسٍ فَقَالَ مَا يُحَدِّثُكُمْ عَبْدُ اللَّهِ قَالُوا لَهُ فَقَالَ الْأَشْعَثُ نَزَلَتْ فِيَّ وَفِي صَاحِبٍ لِي فِي بِئْرٍ كَانَتْ بَيْنَنَا
Shahih Bukhari 6167: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi 'Adi dari Syu'bah dari Sulaiman dan Manshur dari Abu Wa`il dari Abdullah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah dengan sumpah dusta untuk menguasai harta seorang muslim -atau ia katakan dengan redaksi untuk menguasai harta saudaranya-- ia bertemu Allah sedang Allah dalam keadaan murka kepadanya." Kemudian Allah menurunkan ayat yang membenarkannya; 'Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah,,, dst (QS. Ali'Imran 77), Sulaiman berkata dalam haditsnya; kemudian Al Asy'ats bin Qais lewat dan berujar; 'Apa yang diceritakan Abdullah kepada kalian? ' Mereka pun menjawabnya dengan suatu jawaban sebagaimana diutarakan Abdullah. Lantas Asy'ats menerangkan; 'Sesungguhnya ayat diatas diturunkan tentang saya dan kawan saya karena suatu sumur yang ada diantara kami.'


Larangan Menghianati Amanat Dari Sesama Muslim

Islam mensyari’atkan kepada umatnya berupa larangan menghianati amanat dari sesama muslim, karenan ya Islam menekankan agar setiap muslim itu agar memegang teguh amanah yang dipercayakan kepadanya. Berkaitan dengan pentingnya memegang amanah ini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman  :


يَا أَيُّهَا الَّذِيhنَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.( QS. Al Anfaal : 27 ).

Larangan menghianati amanat dari sesama muslim ditegaskan pula oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wsa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam kitab Musnad beliau:



مسند أحمد ١٤٨٧٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ يُقَالُ لَهُ يُوسُفُ قَالَ
كُنْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ نَلِي مَالَ أَيْتَامٍ قَالَ وَكَانَ رَجُلٌ قَدْ ذَهَبَ مِنِّي بِأَلْفِ دِرْهَمٍ قَالَ فَوَقَعَتْ لَهُ فِي يَدِي أَلْفُ دِرْهَمٍ قَالَ فَقُلْتُ لِلْقُرَشِيِّ إِنَّهُ قَدْ ذَهَبَ لِي بِأَلْفِ دِرْهَمٍ وَقَدْ أَصَبْتُ لَهُ أَلْفَ دِرْهَمٍ قَالَ فَقَالَ الْقُرَشِيُّ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ

Musnad Ahmad 14877: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu 'Adi dari Humaid dari seorang laki-laki penduduk Makkah yang bernama Yusuf berkata; saya bersama seorang laki-laki dari Quraisy mengurus harta anak-anak yatim. (Yusuf) berkata; laki-laki tersebut kabur membawa pergi seribu dirham. (Yusuf) berkata; lalu uang seribu dirham miliknya terjatuh di tanganku. (Yusuf) berkata; saya berkata kepada Al Qurosyi, ada yang membawa pergi uangku seribu dirham dan saya menemukan seribu dirham miliknya. (Yusuf) berkata; lalu Al Qurasyi berkata; telah menceritakan kepadaku bapakku telah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberimu amanat, dan janganlah kamu berkhianat kepada orang yang telah menghianati dirimu."

Orang yang diberi amanat dan kemudian  menghianatinya menunjukkan tanda sebagai orang yang munafik, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala :

صحيح البخاري ٢٤٨٥: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ نَافِعِ بْنِ مَالِكِ بْنِ أَبِي عَامِرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ

Shahih Bukhari 2485: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Abu Suhail, Nafi' bin Malik bin Abu 'Amir dari bapaknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tanda-tanda munafiq ada tiga; jika berbicara dusta, jika diberi amanat dia khiyanat dan jika berjanji mengingkari".

Dalam hadits yang lain tentang dilarangnya seorang muslim menghianati amanat dari sesama muslim lainnya  diriwayatkan pula oleh imam at-Tirmidzi rahimahullah ta’ala dari Abu Hurairah Radhyallahu’anhu :>



سنن الترمذي ١١٨٥: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا طَلْقُ بْنُ غَنَّامٍ عَنْ شَرِيكٍ وَقَيْسٌ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَقَدْ ذَهَبَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَى هَذَا الْحَدِيثِ وَقَالُوا إِذَا كَانَ لِلرَّجُلِ عَلَى آخَرَ شَيْءٌ فَذَهَبَ بِهِ فَوَقَعَ لَهُ عِنْدَهُ شَيْءٌ فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَحْبِسَ عَنْهُ بِقَدْرِ مَا ذَهَبَ لَهُ عَلَيْهِ وَرَخَّصَ فِيهِ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ التَّابِعِينَ وَهُوَ قَوْلُ الثَّوْرِيِّ وَقَالَ إِنْ كَانَ لَهُ عَلَيْهِ دَرَاهِمُ فَوَقَعَ لَهُ عِنْدَهُ دَنَانِيرُ فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَحْبِسَ بِمَكَانِ دَرَاهِمِهِ إِلَّا أَنْ يَقَعَ عِنْدَهُ لَهُ دَرَاهِمُ فَلَهُ حِينَئِذٍ أَنْ يَحْبِسَ مِنْ دَرَاهِمِهِ بِقَدْرِ مَا لَهُ عَلَيْهِ

Sunan Tirmidzi 1185: telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Thalq bin Ghannam dari Syarik dan Qais dari Abu Hashin dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; Nabi Shlallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Tunaikanlah amanat kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu dan janganlah engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib dan sebagian ulama cenderung untuk berpedoman terhadap hadits ini; Mereka mengatakan; Jika seseorang memiliki sesuatu pada orang lain, lalu orang lain itu membawanya (menggunakannya) kemudian ia (pemilik) mendapati sesuatu yang lain di sisinya (orang lain), maka ia tidak boleh menahan (mengambil) darinya (seuatu yang lain tersebut) sesuai dengan kadar yang dibawa dari miliknya, Dan sebagian ulama dari kalangan tabi'in membolehkannya, ini adalah pendapat Ats Tsauri, ia mengatakan; jika seseorang memiliki beberapa dirham pada orang lain, lalu ia mendapati berberapa dirham miliknya pada orang lain tersebut berupa beberapa dinar maka ia tidak boleh menahan (mengambil beberapa dinar yang ia dapati) sebagai ganti beberapa dirhamnya, namun jika ia mendapati beberapa dirhamnya pada orang lain itu masih berupa beberapa dirham maka ia boleh menahan (mengambilnya) menurut kadar miliknya yang terdapat pada orang lain tersebut.

Menjaga amanat dari sesama m uslim sangatlah ditekankan dalam Islam, hal ini disebutkan oleh Rasullullaah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadikts yang diriwayatkan oleh imam Ahmad rahimahullah dalam kitab Musnad beliau :



مسند أحمد ٦٣٦٥: حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ الْحَضْرَمِيِّ عَنِ ابْنِ حُجَيْرَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيكَ فَلَا عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنْ الدُّنْيَا حِفْظُ أَمَانَةٍوَصِدْقُ حَدِيثٍ وَحُسْنُ خَلِيقَةٍ وَعِفَّةٌ فِي طُهْرٍ

Musnad Ahmad 6365: Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah dari Al Harits bin Yazid Al hadlromi dari Ibnu Hujairoh dari Abdullah bin 'Amru, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Ada empat hal, yang mana jika dia ada pada dirimu maka kamu tidak akan susah dan tidak akan ditinggalkan dunia: menjaga amanat, bicara jujur, berakhlaq mulia, dan kesucian diri."

Imam Ahmad rahimahullah ta’ala juga meriwayatkan hadits yang berkenaan dengan amanat :


مسند أحمد ٨٢٣٨: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَسْوَدِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَجْتَمِعُ الْإِيمَانُ وَالْكُفْرُ فِي قَلْبِ امْرِئٍ وَلَا يَجْتَمِعُ الصِّدْقُ وَالْكَذِبُ جَمِيعًا وَلَا تَجْتَمِعُ الْخِيَانَةُ وَالْأَمَانَةُ جَمِيعًا

Musnad Ahmad 8238: Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Musa telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah telah menceritakan kepada kami Abul Aswad dari Abdullah bin Rofi' dari Abu Hurairah, dia berkata; Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Bersabda: "Tidak akan berkumpul antara iman dan kufur dalam hati seseorang, tidak akan berkumpul kejujuran dan kebohongan semuanya, dan tidak pula berkumpul khianat dan amanat semuanya."



Larangan  Menganiaya/Menyakiti Sesama Muslim

Seorang muslim dilarang untuk menganiaya/menyakiti sesama muslim lainnya, hal ini ditegaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang termaktub dalam Firman-Nya ;

"Orang-orang yang zalim itu tidak mempunyai sahabat setia dan penolong yang dipatuhi." (Ghafir: 18)

Sedangkan dalam ayat lain Allah su bhanahu wa ta’ala berfirman :

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُم بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِن نَّصِيرٍ
Dan mereka menyembah selain Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun.(QS.Al Hajj: 71 )

Yang dimaksudkan dengan menganiaya/menyakiti disini adalah dalam arti yang luas baik berupa tindakan menganiaya/menyakiti secara fisik maupun dalam bentuk sikap seseorang dapat menjadi kecewa atau sakit hati atas perbuatannya.
Perbuatan menganiaya/menyakiti seseorang termasuk dalam  katagori menzhalimi, sedangkan kezhaliman merupakan perbuatan yang diharamkan sehingga harus dijauhi sesuai denmgan hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullah ta’ala dari Jabir bin Abdullah radfhyallahu’anhu :

صحيح مسلم ٤٦٧٥: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ مِقْسَمٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
Shahih Muslim 4675: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab; Telah menceritakan kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais dari 'Ubaidillah bin Miqsam dari Jabir bin 'Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hindarilah kezhaliman, karena kezhaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak! Jauhilah kekikiran, karena kekikiran itu telah mencelakakan (menghancurkan) orang-orang sebelum kalian yang menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan yang diharamkan."

Sesungguhnya perbuatan menganiaya/menyakiti seseorang tersebut kelak diakhirat akan dituntut balas, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim rahimahullah ta’ala dalam kitab shahih beliau :

صحيح مسلم ٤٦٧٩حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنُونَ ابْنَجَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِالْجَلْحَاءِ مِنْ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ
Shahih Muslim 4679: dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk."

Keterangan:
Hadis ini dengan jelas menerangkan bahawa semua binatang pada hari kiamat nanti akan dikumpulkan di padang mahsyar dan dikembalikan tubuh dan ruhnya sebagaimana waktu hidupnya di dunia. Jadi sama halnya dengan manusia, baik yang sudah mukalaf, yang masih kanak-kanak, begitu pula yang gila.

Selain itu dalam hadits yang diriwayatakan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala dalam kitab shahih beliau , bahwa Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

صحيح البخاري ٢٢٧٢: حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي طَلْحَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَمْرِو بْنِ سَهْلٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ظَلَمَ مِنْ الْأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
Shahih Bukhari 2272: Sa'id bin Zaid radliallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ""Barangsiapa yang menganiaya - mengambil tanpa izin pemiliknya - seukuran kira-kira sejengkal tanah, maka tanah itu akan dikalungkan di lehernya dari tujuh lapis bumi — sebagai siksanya pada hari kiamat nanti

Seorang Muslim yang telah berbuat aniaya kepada sesama Muslim lainnya maka  hendaklah ia segera meminta maaf sewaktu masih hidup  sebelum datang kematian, hal ini ditegaskan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Abu Hurairah radhyallahhu’anhu :

صحيح البخاري ٢٢٦٩: حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ إِنَّمَا سُمِّيَ الْمَقْبُرِيَّ لِأَنَّهُ كَانَ نَزَلَ نَاحِيَةَ الْمَقَابِرِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَسَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ هُوَ مَوْلَى بَنِي لَيْثٍ وَهُوَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ وَاسْمُ أَبِي سَعِيدٍ كَيْسَانُ

Shahih Bukhari 2269: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari qiyamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya".

Sesungguhnya  larangan Islam terhadap umatnya untuk berbuat aniaya , oleh rasullullah shallallahu’alai wa sallam disinggung pula dalam hadirs riwayat
Imam Bukhari rahimahullah ta’ala  :

صحيح البخاري ٦٠٠٣: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُولُ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Shahih Bukhari 6003: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Zakaria dari Amir mengatakan, aku mendengar Abdullah bin Amru mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Muslim yang sempurna adalah yang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang."
  
Larangan Mengajak Sesama Muslim Untuk Mengerjakan Kemaksiatan/Kemunkaran

Islam sebagai agama nasihat telah menggariskan kepada seluruh umatnya agar berupaya untuk menggapai kebaikan dunia dan akhirat dengan melaksanakan segala apa yang diperintahkan dan meninggalkan seluruh apa yang dilaran g. Mengingat islam secara keseluruhan adalah berkaitan dengan segala bentuk kebaikan, maka kepada setiap muslim berkewajiban untuk menyuruh berbuat baik dan melarang  dari kemunkaran bagi sesama muslim.
Sehingga karenanya Islam melarang keras terhadap  seseorang yang mengajak sesama  muslim lainnya untuk bersama-sama  melakukan perbuatan maksiat dan kemunkaran, baik yang berkaitan dengan hak sesama muslim lainnya ataupun hakl terhadap  Allah subhanahu wa taa’ala. 

Allah Ta'ala berfirman:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar [217]; merekalah orang-orang yang beruntung.(Qs.Al Imran : 104 )

[217] "Ma'ruf": segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Allah ta’ala juga berfirman :

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.( QS.Ali Imran : 110 )

Allah Ta'ala berfirman pula:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS.At Taubah : 71 )

Berdasarkan beberapa ayat al-Qur’an tersebut diatas, maka kaum muslimin sesungguhnya diberikan kewajiban untuk mengajak kepada sesama muslim lainnya untuk berbuat kebaikan dan menjauhkan diri dari kemaksiatan dan kemunkaran. Sehingga berdasarkan firman Allah tersebut diatas, maka kaum muslimin sangatlah dilarang untuk mengajak sesama muslim lainnya melakukan  kemaksiatan dan kemunkaran.
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullah ta’ala menyebukan :

صحيح مسلم ١٦٩١: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى الْعَنَزِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَدْرِ النَّهَارِ قَالَ فَجَاءَهُ قَوْمٌ حُفَاةٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِي النِّمَارِ أَوْ الْعَبَاءِ مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنْ الْفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَذَّنَ وَأَقَامَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ
{ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ إِلَى آخِرِ الْآيَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا }
وَالْآيَةَ الَّتِي فِي الْحَشْرِ
{ اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ }
تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ قَالَ ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَا جَمِيعًا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنِي عَوْنُ بْنُ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ سَمِعْتُ الْمُنْذِرَ بْنَ جَرِيرٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَ النَّهَارِ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ جَعْفَرٍ وَفِي حَدِيثِ ابْنِ مُعَاذٍ مِنْ الزِّيَادَةِ قَالَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ خَطَبَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ وَأَبُو كَامِلٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْأُمَوِيُّ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَاهُ قَوْمٌ مُجْتَابِي النِّمَارِ وَسَاقُوا الْحَدِيثَ بِقِصَّتِهِ وَفِيهِ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ صَعِدَ مِنْبَرًا صَغِيرًا فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ فِي كِتَابِهِ
{ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ }
الْآيَةَ و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُوسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ وَأَبِي الضُّحَى عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هِلَالٍ الْعَبْسِيِّ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ نَاسٌ مِنْ الْأَعْرَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ الصُّوفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ فَذَكَرَ بِمَعْنَى حَدِيثِهِمْ
Shahih Muslim 1691: dari Jarir ia berkata; Pada suatu pagi, ketika kami berada dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba datang segerombongan orang tanpa sepatu, dan berpaiakan selembar kain yang diselimutkan ke badan mereka sambil menyandang pedang. Kebanyakan mereka, mungkin seluruhnya berasal dari suku Mudlar. Ketika melihat mereka, wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terharu lantaran kemiskinan mereka. Beliau masuk ke rumahnya dan keluar lagi. Maka disuruhnya Bilal adzan dan iqamah, sesudah itu beliau shalat. Sesudah shalat, beliau berpidato. Beliau membacakan firman Allah: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri…, " hingga akhir ayat, "Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian." kemudian ayat yang terdapat dalam surat Al Hasyr: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah..., " Mendengar khutbah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam itu, serta merta seorang laki-laki menyedekahkan dinar dan dirhamnya, pakaiannya, satu sha' gandum, satu sha' kurma sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Meskipun hanya dengan setengah biji kurma." Maka datang pula seorang laki-laki Anshar membawa sekantong yang hampir tak tergenggam oleh tangannya, bahkan tidak terangkat. Demikianlah, akhirnya orang-orang lain pun mengikuti pula memberikan sedekah mereka, sehingga kelihatan olehku sudah terkumpul dua tumpuk makanan dan pakaian, sehingga kelihatan olehku wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berubah menjadi bersinar bagaikan emas. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun."

Dari hadits tersebut diatas dapat dipahami bahwa seseorang muslim yang memberikan contoh atau mengajak kepada kebiasaan buruk kepada orang lain, maka dia akan mendapatkan dosanya dan ditambah pula dengan dosa-dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun. Sehingga dengan demikian maka tidaklah pada tempatnya seorang muslim untuk mengajak sesamamuslim lainnya secara bersama-sama melakukan keperbuatan maksiat dan kemunkaran, seperti misalnya mencuri, minum-minum khamer, berjudi, berzinah dan lain sebagainya.

Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kepada umatnya apabila melihat sesuatu kemunkaran agar merubahnya, hal ini ditegaskan beliau dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullah ta’ala dari Abu Said al-Khudri radhyallahu’ahnu:

"Barangsiapa di antara engkau semua melihat sesuatu kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya itu dengan tangannya, jikalau tidak dapat -( dengan atau kekuasaannya), maka dengan lisannya -(dengan jalan menasihati orang yang melakukan kemungkaran tadi )-dan jikalau tidak dapat juga - (dengan lisannya), maka dengan hatinya - (maksudnya hatinya mengingkari serta tidak menyetujui perbuatan itu). Yang sedemikian itu - (yakni dengan hati saja) - adalah selemah-lemahnya keimanan." (Riwayat Muslim)
Keterangan ( Imaman- Nawawi dalam Riyadhyus Shalihin )
Kemungkaran itu jangan didiamkan saja merajalela. Bila kuasa harus diperingatkan dengan perbuatan agar terhenti kemungkaran tadi seketika itu juga. Bila tidak sanggup, maka dengan Iisan (dengan nasihat peringatan atau perkataan yang sopan-santun),sekalipun ini agak lambat berubahnya. Tetapi kalau masih juga tidak sanggup, maka cukuplah bahwa hati kita tidak ikut-ikut menyetujui adanya kemungkaran itu. Hanya saja yang terakhir ini adalah suatu tanda bahawa iman kita sangat lemah sekali. Karena dengan hati itu hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri, sedang dengan perbuatan atau nasihat itu dapat bermanfaat untuk kita dan masyarakat umum, hingga kemungkaran itu tidak terus menjadi-jadi.

Apa yang dikemukakan diatas merupakan landas        an seseorang muslim untuk memerangi kemaksiatan dan kemunkaran, sehingga sangatlah keliru dan kesalahan yang sangat besar  apabila seorang muslim melakukan hal yang sebaliknya yaitu mengajak dan menjadi contoh untuk mengerjakan kemaksiatan/kemunkaran.
(Wallahu ta’ala ‘alam )  
Insya Allah dilanjutkan pada bagian keenam
S u m b  e r :
1.Al-Qur’an dan Terjemahan, www.salafi-db.com
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 imam, www.lidwapusaka.com
3.Riyadhus Shalihin Imam an-Nawawi  ( Terjemahan )

Samarinda, waktu dhuha , 16 Sya’ban 1434 H / 25 Juni 2013 M

( Musni Japrie )

Selasa, 11 Juni 2013

SIKAP DAN PERILAKU YANMG DILARANG DILAKUKAN OLEH SEORANG MUSLIM TERGADAP SESAMA MUSLIM LAINNYA ( BAGIAN KETIGA )_



Dalam artikel “ Perilaku yang dilarang dilakukan oleh seorang muslim terhadap sesama muslim lainnya  ( Bagian Kedua ) telah diulas 7 macam larangan menurut syari’at Islam. Dalam artikel  bagian ketiga ini dilanjutkan larangan-larangan lainnya yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim terhadap sesama muslim lainnya.

Larangan Mencela terhadap Sesama Muslim

Sebagaimana Islam melarang seseorang untuk bertindak zhalim dengan menyakiti seseorang, maka menyakiti dengan ucapan/lisan seperti mencela juga merupakan perbuatan yang dilarang untuk dilakukan terhadap sesama muslim.
Mencela adalah menyebutkan  kejelekan atau kekurangan seseorang baik kekurangan yang ada pada tubuh maupun kekurangan lainya seperti kebodohan dengan secara sengaja mencela atau dengan cara mentertawakan kekurangan yang ada pada diri orang  lain.

Celaan adalah bentuk menyakiti sesamaKarena celaan yang dilontarkan seseorang muslim akan menjadikan orang yang dicela menjadi tersinggung dan kecewa bahkan menjadi sakit hati. Akibat lebih lanjut akan menjadikan retaknya hubungan persaudaraan sesama muslim. Sehingga syari’at melarang perbuatan mencela karena perbuatan tersebut menyakiti orang lainb.
Allah tabarakta wa ta’ala melarang hamba-hamba-Nya untuk mencela sesama saudara muslim lainnya, sebagaimana firman-Nya:

أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujarat [49]: 11)

Larangan mencela juga disinggung oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi rahimahullah ta’ala dari Abdullah bin Mas’ud radhyallahu’anhu :

سنن الترمذي ١٩٠٦: حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ زُبَيْدِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ قَالَ زُبَيْدٌ قُلْتُ لِأَبِي وَائِلٍ أَأَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 1906: dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menghina seorang mukmin adalah perbuatan fasik, sedangkan membunuhkan adalah kekafiran

Diriwayatkan di zaman Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa suatu ketika  ada orang yang mencela sahabat Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam yang merupakan saudara  sesama muslim. Rasullullah shallalahu’alaihi wa sallam lalu melarangnya sesuai dengan sabda beliau :

سنن أبي داوود ٤٠٣٩: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Sunan Abu Daud 4039: dari Abu Sa'id ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlan kalian mencela sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sekiranya salah seorang dari kalian bersedekah dengan emas sebesar gunung uhud, maka itu tidak akan bisa menyamai sedekah mereka meski hanya satu mud atau pun setengahnya

Rasullullah shallallahu’ alaihi wa sallam sebagai manusia terbaik dan berakhlak mulia telah memberikan contoh dimana beliau sama sekali tidak pern ah mencela sebagaimana hadits yanmg diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya dari  Anas bin Malik rad:hyallahu’anhu

صحيح البخاري ٥٥٨٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلَا لَعَّانًا وَلَا سَبَّابًا كَانَ يَقُولُ عِنْدَ الْمَعْتَبَةِ مَا لَهُ تَرِبَ جَبِينُهُ
Shahih Bukhari 5586: dari Anas dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berkata keji, melaknat dan mencela, apabila beliau hendak mencela, maka beliau akan berkata: "Mengapa dahinya berdebu (dengan bahasa sindiran)."

Larangan Merendahkan/meremehkan Sesama Muslim

Merendahkan atau menganggap remeh saesama saudara m uslim merupakan perbuatan yang dilarang karena berlawanan dengan akhlak yang terpuji yaitu rendah hati/tawadhu. Sikap tawadhu merupakan salah sati sifat “ ibaadur Rahman “ yang Allah sebutkan dalam Firman-Nya :

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Sebagai seorang hamba sudah selayaknya orang b eriman itu untuk tidak bersikap merendahkan atau memandang enteng seseorang yang tiada lain adalah saudaranya sesama muslim. Hendaknya seorang muslim itu untuk bersikap ramah dan rendah hati kepada sesama saudara muslim lainnya, tanpa memandang dan melihat status serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat. Apakah yang bersangkutan sebagai orang yang berada, berkedudukan, alim ulama, pejabat atau penguasa  seyogyanyalah bersikap ramah dan rendah hati serta tidak menganggap  diri berada diatas melebihi orang lain.at. Di depan Allah kedudukan manusia adalah sama dan sederajat, yang membedakannya hanyalah ketaqwaannya.
Diriwayatkan dari Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).

Menunjukkan sikap ramah tamah dengan   bermanis muka kepada sesama saudara muslim dan tidak merendahkan atau meremehkan  orang lain adalah sikap rendah hati ( tawadhu), dan  sangatlah penting artinya dalam pergaulan sesama muslim Karena bermuka manis termasuk dari perbuatan yang baik dan sangat dianjurkan oleh Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam kepada seluruh kaum muslimin sebagaimana hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala :
Imam Muslim rahimahullaah ta’ala meriwayatkan hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu:

صحيح مسلم ٤٧٦٠: حَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي الْخَزَّازَ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Shahih Muslim 4760: Telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i; Telah menceritakan kepada kami 'Utsman bin 'Umar; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir yaitu Al Khazzaz dari Abu 'Imran Al Jauni dari 'Abdullah bin Ash Shamit dari Abu Dzar dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku: "Janganlah kamu menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya bermanis muka kepada saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu."

Dari keterangan hadits yang telah diungkapkan diatas, maka sudah sepatutnya setiap muslim untuk tidak merendahkan atau meremehkan orang lain, bersikaplah ramah tamah dan rendah hati ( tawadhu) kepada saudaranya sesama muslim.  Karena ramah tamah termasuk kedalam katagori perbuatan baik dan orang yang ramah menunjukkan b aiknya akhlak mereka. Sedangkan sebaliknya  orang yang memiliki aklak terpuji. Adab seorang muslim sebagaimana yang disyari’atkan adalah bermuka manis kepada sesama muslim lainnya serta murah senyum , semuanya merupakan bagian dari sikap ramah tamah  dan insya Allah karena semuanya itu mempunyai nilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala . Sehingga karenanya semua itu maka syari’at melarang seseorang untuk berperilaku merendahkan dan meremehkan sesama saudaranya  muslim.

Larangan B erperangai/ Bersikap Kasar Terhadap Sesama Muslim

Bersikap kasar terhadap sesama saudara muslim baik dengan ucapan maupun dengan sesuatu tindakan fisik sesungguhnya adalah  perilaku yang  menjadikan mereka yang dikasari disakiti baik perasaan maupun fisiknya dan menimbulkan rasa ketidak senangannya kepada yang bersikap kasar tersebut.
Sikap kasar yang dilakukan seorang muslim kepada muslim lainnya yang tiada lain adalah saudaranya sendiri akan memberikan dampak terhadap hubungan persaudaran dimana mereka yang dikasari akan menjauhkan dirinya , dan pada gilirannya akan terjadi permusuhan dan kemungkinan adanya rasa dendam . Sehingga karenanya bersikap kasar terhadap sesama saudara muslim itu dilarang di dalam Islam, dan sikap kasar adalah merupakan akhlak yang tidak terpuji.
Islam mensyari’atkan kepada seluruh umatnya agar bersikap lemah lembut sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu [246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(QS.Ali Imran : 159)

Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan bersikap keras di sini adalah bertutur kata kasar. Dengan sikap seperti ini malah membuat orang tidak menyukainya.
Larangan bersikap kasar  telah ditunjukkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika m elarang isteri beliau Aisyah radhyallahu’anhu agar tidak berkata kasar sebagaimana yang disebutkan dalam haditas riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala yang bersumber dari Aisyah radhyallahu’anhu :

صحيح البخاري ٥٩٢٢: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ الْيَهُودَ أَتَوْا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكَ قَالَ وَعَلَيْكُمْ فَقَالَتْ عَائِشَةُ السَّامُ عَلَيْكُمْ وَلَعَنَكُمْ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْكُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْلًا يَا عَائِشَةُ عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ أَوْ الْفُحْشَ قَالَتْ أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ أَوَلَمْ تَسْمَعِي مَا قُلْتُ رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ فَيُسْتَجَابُ لِي فِيهِمْ وَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِيَّ
Shahih Bukhari 5922: dari Aisyah radliallahu 'anha bahwa sekelompok orang Yahudi datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu mereka mengucapkan; "As Saamu 'alaika Kebinasaan atasmu." Beliau menjawab: 'Wa 'alaikum Dan atas kalian juga.' Kemudian Aisyah berkata; 'As Saamu 'alaikum wala'anakumullah wa ghadziba 'alaikum Semoga kebinasaan atas kalian, dan laknat Allah serta murka Allah menimpa kalian.' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Pelan-pelan wahai Aisyah, hendaklah kamu berlemah lembut dan janganlah kamu kasar atau berkata keji.' Aku berkata; 'Apakah anda tidak mendengar apa yang diucapkan mereka? ' Beliau bersabda: 'Apakah kamu tidak mendengar ucapanku, sebenarnya aku tadi telah menjawabnya, maka do'aku atas mereka telah dikabulkan, sementara do'a mereka atasku tidak akan terkabulkan.'

Bagi orang-orang yang suka bersikap kasar kelak diakhirat akan menjadi penghuni neraka. Hal ini ditegaskan dalam hadits yang diriwayakan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Ma’bad bin Khalid :

صحيح البخاري ٤٥٣٧: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَعْبَدِ بْنِ خَالِدٍ قَالَ سَمِعْتُ حَارِثَةَ بْنَ وَهْبٍ الْخُزَاعِيَّ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
Shahih Bukhari 4537: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ma'bad bin Khalid ia berkata, Aku mendengar Haritsah bin Wahb Al Khuza'i ia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maukah kalian aku beritahukan mengenai penghuni surga? Yaitu setiap orang lemah dan ditindas, yang sekiranya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah mengabulkannya. Dan maukah kalian aku beritahukan mengenai penghuni neraka? Yaitu setiap yang beringas membela kebatilan, kasar lagi sombong."

Sedangkan imam Ahmad  rahimahullah ta’ala dalam  kiktab Musnad nya meriwayatkan hadits  dari Abu Hurairah radhyallahu’anhu “:

مسند أحمد ١٠١٠٨: حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ مِنْ الْإِيمَانِ وَالْإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَالْبَذَاءُ مِنْ الْجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ
Musnad Ahmad 10108: Telah menceritakan kepada kami Yazid, dia berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Malu itu dari iman dan iman ada di surga, sedangkan perkataan keji itu dari perangai yang kasar ada di neraka."

Larangan Memaki Kepada Sesama Muslim

Termasuk akhlak yang tidak terpuji apabila seseorang muslim mencaci maki saudaranya sesama muslim, karenanya maka mencaci maki termasuk hal yang dilarang untuk dilakukan. Larangan tersebut dikarenakan mencaci maki tersebut menjadikan orang yang dicaci maki menjadi tersakiti hatinya. Lebih lanjut orang yang dicaci maki akan menjauh dari orang yang mencaci makinya, terjadilah permusuhan yang tidak diingin

Allah Ta'ala berfirman

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS.Al-Ahzab : 58 )

Mencaci maki orang muslim oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam disebut sebagai kefasikan sehingga dilarang , hal ini sesuai dengan sabda beliau yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abdullah radhyallahu’anhu :

صحيح البخاري ٥٥٨٤: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا وَائِلٍ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
تَابَعَهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ
Shahih Bukhari 5584: dari Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mencaci maki orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran."

Salin Mencaci maki diantara dua orang  merupakan perbuatan yangterlarang sehingga akan mendapatkan ganjaran dosa bagi yang melakukannya, dan yang menanggung dosanya  adalah  adalah yang memulainya. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud rahimahullah ta’ala dari Abu Hurairah radhyallahu’anhu :

سنن أبي داوود ٤٢٤٩: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِي مِنْهُمَا مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ
Sunan Abu Daud 4249: dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua orang yang saling mencaci dengan apa yang mereka ucapkan, maka yang menanggung dosanya adalah yang memulai, yaitu selama orang yang terzhalimi tidak melampaui batas."

Apa bila seseorang mencaci maki atau mencela kedua orang tua orang lainnya berarti yang bersangkutan sama saja dengan mencaci maki orang tuanya sendiri , hal ini disebutkan oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits riwayat imam at-Tirmidzi  dalam kitab sunan-nya :

سنن الترمذي ١٨٢٤: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْكَبَائِرِ أَنْ يَشْتُمَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَهَلْ يَشْتُمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَشْتُمُ أَبَاهُ وَيَشْتُمُ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 1824: dari Abdullah bin Amr ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Termasuk Al Kaba`ir (dosa-dosa besar), yakni bila seseorang mencela kedua orang tuanya." Mereka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, mungkinkah seseorang mencela kedua orang tuanya?" beliau menjawab: "Ya, bila ia mencaki bapak seseorang, maka orang itu pun akan mencaci bapaknya. Dan bila ia mencaci ibu seseorang, lalu orang itu pun akan mencaci ibunya."

Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam menyebutkan bahwa manusia yang paling besar fitnahnya adalah orang yang mencaci seseorang, kemudian caciannya dibalas hingga semua orang ikut mencaci, hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Majah rahimahullah ta’ala dari Aisyah radhyallahu’anhu :
سنن ابن ماجه ٣٧٥١: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ شَيْبَانَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ فِرْيَةً لَرَجُلٌ هَاجَى رَجُلًا فَهَجَا الْقَبِيلَةَ بِأَسْرِهَا وَرَجُلٌ انْتَفَى مِنْ أَبِيهِ وَزَنَّى أُمَّهُ
Sunan Ibnu Majah 3751: dari 'Aisyah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya manusia yang paling besar fitnahnya adalah orang yang mencaci seseorang, kemudian dia membalas mencacinya hingga kabilah semuanya ikut mencaci, dan seorang lelaki yang menyingkirkan ayahnya dan menzinahi ibunya."

Dari nash-nash yang dikemukakan diatas, maka sesungguhnya mencaci maki sesama saudara muslim itu adalah perbuatan yang dilarang dan patut untuk ditinggalkan dan dijauhi.

Larangan Berbohong/Berdusta Kepada Sesama Muslim

Termasuk dalam hal-hal yang dilarang dilakukan terhadap sesama saudara muslim adalah berbohong/b erdusta, yaitu menyampaikan ,memberitahukan atau menginformasikan atau menceritakan tentang sesuatu yang tidak benar untuk kepentingan sesuatu, sehingga mereka yang mendapatkan informasi yang bersifat bohong tersebut akan  keliru dalam menginterperestasikannya, dan akibat berikutnya a kadang-kadang hal-hal yang disampaikan atau yang diceritakan tersebut akan merugikan bagi orang  yang dibohongi. Bahkan mungkin saja akan memberikan dampak negatif yang lebih luas lagi. Karenanya maka berbohong atau berdusta itu merupakan akhlak yang tidak terpuji sehingga dilarang untuk dikerjakan oleh kaum muslimin.
Larangan untuk berbohong/.berdusta bagi kaum Muslimin itu datangnya dari Allah azza wa jalla melalui firman yangh ada dalam kitab-N ya ( al-Qur’an ). Antara lain sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala  :

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS.Al Ahzab : 70-71 )

Juga firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ
Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta,(QS.Adz-Dzaariya : 10 )

Berdasarkan ayat tersebut Allah azza  wa jalla mengutuk siapa saja diantara kaum muslimin yang banyak berdusta. Sedangkan dalam ayat lainnya disebutkan juga adanya kecelakaan yang besar bagi orang –orang yang b anyak berdusta, sebagaima firman Allah ta’ala :
وَيْلٌ لِّكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ
Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa,(QS.Al Jaatsiyah : 7 )

Dalam firman Allah yang terkandung dalam surah al-Baqarah : 10  Allah akan memberikan siksaan yang amat pedih  bagi orang-orang karena berdusta :

فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللّهُ مَرَضاً وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Dalam hati mereka ada penyakit [23], lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.(QS.Al Baqarah : 10)

Tidak hanya terbatas pada ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan jeleknya dusta tersebut, beberapa hadits dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga membicarakannya. Antara lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah  :

صحيح البخاري ٥٥١٩: حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْوَاسِطِيُّ عَنْ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ فَمَا زَالَ يَقُولُهَا حَتَّى قُلْتُ لَا يَسْكُتُ
Shahih Bukhari 5519: dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari Ayahnya radliallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang termasuk dari dosa besar? Kami menjawab; "Tentu wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua." -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan sabdanya: "Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu." Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira beliau tidak akan berhenti."

Orang yang biasanya berbohong/berdusta menurut hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam termasuk kedalam orang-orang yang munafik sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Abdullah bin Umar radhyallahu’anhu :

صحيح البخاري ٢٢٧٩: حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا أَوْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
Shahih Bukhari 2279: dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada empat hal yang bila ada pada seseorang berarti dia adalah munafiq atau siapa yang memiliki empat kebiasaan (tabi'at) berarti itu tabiat munafiq sampai dia meninggalkannya, yaitu jika berbicara dusta, jika berjanji ingkar, jika membuat kesepakatan khiyanat dan jika bertengkar (ada perselisihan) maka dia curang".

Sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu askan menggiring keneraka, dan seseorang yang memelihara kedustaan maka ia kan dicatat sebagai pendusta. Hal ini disebutkan dalam hadits Rasullullah shallalahu’alaihi wa sallam riwayat imam Muslim rahimahullah ta’ala dari Abdullah radhyallahu’anhu :

صحيح مسلم ٤٧١٩: حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
Shahih Muslim 4719: dari 'Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kejujuran itu akan membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Seseorang yang memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta.

Dari keterangan beberapa hadits diatas maka seorang muslim itu tidak patut untuk berdusta/berbohong kepada sesama muslim lainnya, karena perbuatan berdusta/berbohong menunjukkan akhlak yang tidak terpuji dan dilarang di dalam islam. ( Wallahu ta’ala ‘alam )
Insya Allah berlanjut di bagian keempat

Sumber :
1.Al Qur’an dan Terjemahan, www.salafi-db.com
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 imam,www.lidwapusaka.com
3.Riyadhus shalihin ( Terjemahan ), Imam an-N awawi
Samarinda,  Kamis  menjelang dzuhur  ,20 Rajab 1434 H/ 30 Mei 2013
(Musni Japrie )